Pasca dikeluarkannya Fatwa MUI No.14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19, banyak bermunculan pro dan kontra terkait fatwa tersebut. Lini media sosial seperti instagram, facebook maupun grup chat menjadi salah satu sarana yang digunakan oleh publik untuk mengemukakan pendapatnya. Namun, karna diskusi tersebut tidak melibatkan ahlinya (orang yang memahami duduk perkara permasalahannya), tak jarang diskusi di lini-lini media sosial tersebut berujung perdebatan, atau sekedar sharing informasi viral yang kian meresahkan.
Merespon berbagai keresahan tersebut, maka Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) menyelenggarakan Cordofa Talks #3 pada Sabtu, 18 April 2020 dengan mengangkat tema: “Membedah Fatwa MUI: Pelaksanaan Ibadah di Tengah Wabah” secara virtual. Agenda ini menghadirkan Ustadz Sholahudin Al-Aiyub selaku Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat Bidang Fatwa dan Kyai Wahfiudin Sakam selaku Dewan Syariah Dompet Dhuafa sekaligus Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat.
Ustadz Sholahudin al-Aiyub terlebih dulu memaparkan penjelasan terkait konstruksi pemikiran MUI serta landasan dalam mengeluarkan Fatwa MUI No.14 Tahun 2020, dan juga penjelasan masing-masing butir fatwa. “Kami memahami betapa sulit umat Islam untuk menjalankan anjuran ini. Bukan hanya masyarakat, namun kami sendiri di Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat sedih ketika kita harus mengambil jalan ini. Akan tetapi ini adalah jalan sulit yang perlu kita ambil agar kita bisa menangkal bahaya besar yang bisa menjangkiti ummat tanpa mereka sadari”, tutur beliau.
Pemaparan Wasekjen MUI Pusat Bidang Fatwa ini diperkuat oleh Kyai Wahfiudin Sakam. “Kitabullah dan sunnah rasul adalah landasan akidah (teologis) dalam melakukan ijtihad/ijma’. Proses Ijtihad/Ijma’ itu adalah proses ilmiah. Yang menarik adalah, ketika sekelompok ulama berkumpul mengeluarkan fatwa. Fatwa tersebut bersifat relatif. Bergantung dengan lokasi serta kondisi lain yang mempengaruhi. Jadi fatwa ulama di satu negara bisa berbeda dengan negara lain. Karena sifat fatwa tadi relatif atau tidak mutlak maka dapat dilihat dari berbagai kondisi, seperti contoh kasus Fatwa MUI No.14 Tahun 2020 terdapat berbagai arahan sesuai kondisi”, tutur beliau.
Kedua narasumber memaparkan materi selama lebih kurang 30 menit dan dilanjutkan dengan diskusi interaktif yang terbagi atas dua sesi selama lebih kurang 15 menit. Ragam pertanyaan yang selama ini hanya menjadi sebatas diskusi di media sosial ditanyakan langsung oleh peserta kepada ulama yang memang ahlinya.
Berada di masa wabah, tak semestinya membuat kita berhenti untuk mencari berkah.
Belajar dari para ulama, bertanya kepada mereka yang memang ahlinya adalah salah satu sarana yang bisa kita lakukan agar sirna semua resah dan gundah di dalam dada. Berangkat dari semangat inilah syiar dakwah berkelanjutan melalui agenda Cordofa Talks terus diikhtiarkan, untuk dapat menjadi teman bertumbuh dalam kebaikan. Edisi lengkap Cordofa Talks 3, “Membedah Fatwa MUI: Pelaksanaan Ibadah di Masa Wabah” dapat disaksikan melalui kanal youtube Cordofa TV.