Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Selain demikian, salah satu fungsi hadis adalah sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
Karena kita tidak pernah bertemu langsung dengan Rasulullah, maka hadis yang kita terima saat ini berupa teks, bukan lisan. Karena berupa teks, maka adakalanya suatu hadis yang kita baca memerlukan penjelasan dari para ulama. Hal ini dilakukan agar kita tidak salah memahami maksud hadis tersebut.
Tulisan ini akan memaparkan beberapa hadis yang dibutuhkan kecermatan dalam memahaminya. Maksudnya, pemahaman tersebut jangan dipahami mentah-mentah hanya berdasarkan teks, apalagi hanya mengandalkan terjemahan belaka.
Mayat Disiksa Karena Tangisan Keluarganya.
Ada sebagian orang melarang menangisi mayat atau jenazah. Alasan pelarangan ini karena dengan tangisan dan ratapan keluarganya, mayat bisa mendapatkan siksa kubur.
Larangan yang beredar di masyarakat ini, kemungkinan menemukan hadis seperti ini:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar dari Umar RA dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Mayat itu akan disiksa di dalam kuburnya, lantaran ratapan yang ditujukan atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis diatas tentu sahih derajatnya. Lalu benarkah hadis ini memutlakkan makna bahwa mayat disiksa karena ratapan keluarganya?
Mengenai hadis ini, Imam An-Nawawi juga menyertakan riwayat hadis sejenis dengan redaksi sedikit berbeda dan agak sedikit panjang.
Beliau menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai makna hadis ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Aisyah RA menolak pemahaman bahwa mayat disiksa karena ratapan keluarganya. Menurut beliau, Rasulullah SAW tidak mungkin bersabda demikian. Bisa jadi hadis tersebut teriwayatkan karena sebab lupa karena bertentangan dengan ayat :
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ﴿٣٨﴾
“(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Q.S. An-Najm: 38).
Artinya mayat tidak disiksa karena tangisan keluarganya karena tidak memikul dosa mereka. Menurut beliau, Nabi bersabda bahwa seorang wanita Yahudi disiksa karena ditangisi oleh keluarganya. Maksudnya dia disiksa karena kekafirannya dan tangisan keluarganya kepadanya.
Kemudian Imam Nawawi mengungkapkan pendapat jumhur ulama mengenai takwil hadis-hadis mengenai siksaan yang dialami mayat karena tangisan keluarganya sebagai berikut:
فتأولها الجمهور على من وصى بأن يبكى عليه ويناح بعد موته فنفذت وصيته ، فهذا يعذب ببكاء أهله عليه ونوحهم ؛ لأنه بسببه ومنسوب إليه . قالوا فأما من بكى عليه أهله وناحوا من غير وصية منه فلا يعذب لقول الله تعالى ولا تزر وازرة وزر أخرى قالوا : وكان من عادة العرب الوصية بذلك.[1]
“Mayoritas ulama menakwilkannya (hadis-hadis terkait mayat diazab karena tangisan keluarga), yaitu bagi orang yang berwasiat agar setelah matinya ia ditangisi dengan cara niyahah (meratap) lalu wasiat itu dijalankan oleh keluarganya. Hal inilah yang menjadi penyebab ia disiksa. Adapun jika keluarganya menangisi kematiannya dengan niyahah (ratapan) tanpa ada wasiat darinya agar berbuat demikian, maka mayat tersebut tidak disiksa karena sesuai firman Allah “Walaa taziru Waaziratun Wizra Ukhraa (eseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Q.S. An-Najm: 38)). Berwasiat agar dilakukan niyahah setelah kematian merupakan adat kebiasaan bangsa Arab di zaman jahiliyah.”
Melalui komentar Imam Nawawi mengenai hadis di atas, maka:
- Niyahah adalah menangisi mayat dengan cara meratap atau meraung-meraung. Hal ini jelas dilarang dan haram hukumnya.
- Mayat disiksa di dalam kuburnya jika semasa hidupnya ia berwasiat agar ia ditangisi dengan cara niyahah saat kematiannya. Jika wasiatnya dijalankan, tentu ia disiksa karena mewasiatkan sesuatu yang haram.
- Jika mayat ditangisi dengan cara niyahah oleh keluarganya secara spontan dan si mayat tidak pernah berwasiat agar kematiannya ditangisi dengan cara tersebut, maka tidak ada siksaan baginya.
- Menangisi mayat karena bersedih dan dilakukan dengan cara sewajarnya adalah lumrah dan bukan merupakan sesuatu yang haram. Rasulullah SAW juga pernah menangisi jenazah Ibrahim, putra beliau yang meninggal di masa kecil.
Semoga kita semua wafat dalam keadaan khusnul khatimah dan terus bersemangat mempelajari Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah dengan pemahaman yang benar, aamiin.
Wallahu A’lam.
———-
Foto : Unsplash
[1] An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, Muassasah Qurthubi, Cairo: 1414 H, Cetakan Kedua, Juz 6, Hal. 324.