Kabar Terbaru

Ceramah Lucu

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Terima kasih atas keluangan waktunya, Ustaz.

Belum lama ini ada seorang dai yang dihujat habis-habisan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Penyebabnya karena sang dai mengatakan “gobl*k” kepada seorang penjual es teh. Karena perkataannya, sebagian besar jamaah tertawa bahkan tidak sedikit yang tertawa terbahak-bahak.

Karena kasus ini viral, maka sang dai tersebut mendatangi kediaman sang penjual es teh dan meminta maaf. Sang dai mengatakan bahwa kata yang pernah terlontar saat itu hanya sebatas guyonan dan sama sekali tidak bermaksud menghina penjual es teh tersebut.

Yang menjadi pertanyaan saya, apakah seorang penceramah tidak boleh guyon? Jika boleh, sebatas mana?

Demikian dan terima kasih atas pencerahannya, Ustaz.

Wassalam.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wr wb.

Metode menyampaikan ilmu banyak variannya, termasuk ceramah atau mengajar. Guyon atau humor ketika berceramah atau mengajar masih diperkenankan selama ada batasannya.

Guyon atau humor bukanlah tujuan. Ceramah atau mengajar, tujuan utamanya adalah agar ilmu yang disampaikan bisa dipahami lalu kemudian diamalkan. Artinya, ceramah bukanlah pertunjukkan lenong, ketoprak, stand up comedy alias lawak. Tegasnya, penceramah bukanlah seorang pelawak!

Baiklah, secara singkat, guyonan masih bisa diperkenankan dalam mengajar atau berceramah, selama:

  1. Humor atau guyon hanya sebatas selingan untuk menghilangkan kejenuhan. Humor merupakan salah satu seni dalam berkomunikasi. Porsi humor hanya sedikit saja, jangan sampai menjadi dominan. Jika ini yang terjadi, maka materi ceramah tidak akan membekas, audien hanya ingat yang lucu-lucunya saja.
  2. Humor tidak boleh disampaikan dengan bahasa atau diksi yang tidak patut. Walaupun tidak bertujuan menghina atau merendahkan, namun hal itu tidak pantas dilakukan oleh seorang guru atau penceramah karena mereka adalah panutan.
  3. Hindari berbohong. Jangan sampai bercerita sesuatu yang tidak benar agar audien tertawa. Berceramah tidak sama dengan melawak yang memang audiennya sudah tahu bahwa hal yang dilawakkan merupakan kebohongan belaka.
Adapun adab yang harus dijaga oleh penceramah:

  1. Tidak pecicilan. Penceramah atau guru harus menjaga muru’ah (wibawa). Penceramah bukan badut atau pelawak.
  2. Tidak boleh berpenampilan seperti lawan jenis. Poin ini bukan mengada-ada. Akhir-akhir ini ada beberapa penceramah laki-laki meniru gaya perempuan seperti gemulai dan berpakaian layaknya perempuan, naudzubillah!
  3. Harus menjaga kontrol emosi. Tidak sedikit penceramah yang tidak bisa mengontrol emosinya sehingga secara spontan keluar kata-kata yang tidak pantas dan terkesan provokatif. Menyampaikan yang hak memang suatu keharusan, namun menghindari hujatan dan makian dalam berceramah adalah suatu yang patut dilakukan.
Sebagai renungan, mari kita simak salah satu ayat berikut!

  ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl: 125).
Tujuan dakwah, ceramah dan mengajar adalah untuk mencerdaskan dan mencerahkan, bukan untuk merendahkan dan menjadi bahan tertawaan.

Wallahu A’lam.

Foto : Freepik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *