Kabar Terbaru

Cara Berdialog

Di antara landasan utama etika berbeda pendapat dalam Islam adalah dialog (jidal) dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya, Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [Lebah] : 125).

Dalam ayat tersebut, terdapat pebedaan ungkapan antara apa yang dituntut dalam memberi nasihat dan apa yang dituntut dalam membantah. Dalam memberi nasihat, kita diminta cukup melakukannya dengan cara yang baik (hasanah). Tetapi dalam membantah, kita tidak dibenarkan kecuali dengan cara yang lebih baik (ahsan).

Nasihat ditujukan kepada orang-orang yang sudah memiliki prinsip yang sama dengan pemberi nasihat. Mereka tidak memerlukan kecuali nasihat yang mengingatkan, memperlembut hati, menjernihkan kekeruhan, dan memperkuat tekad mereka. Sedangkan bantahan ditujukan kepada orang-orang yang menentang.

Seringkali, bantahan ini membuat orang yang tidak sabar, mengeluarkan ungkapan kasar dan emosional. Karena itulah, secara bijaksana Al-Qur’an memerintahkan kita agar mengambil cara yang lebih baik dalam berdialog dengan orang yang berbeda prinsip agar memberikan hasil yang baik.

Di antara cara berdialog yang baik adalah memilih ungkapan-ungkapan yang lembut dan sejuk. Al-Qur’an dalam menghadapi orang-orang Yahudi dan Nasrani menggunakan ungkapan yang menyiratkan makna pendekatan antara mereka dan kaum Muslimin. Keduanya disebut dengan istilah Ahlul Kitab. Allah juga meminta umat-Nya untuk tetap menjaga prinsip berdialog yang baik saat berhadapan dengan umat Yahudi maupun Nasrani.

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik., kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka. “Dan katakanlah, ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” (QS. Al-‘Ankabut [Laba-Laba] : 46).

Prinsip berdialog yang baik dengan orang musyrik juga diajarkan Allah SWT. Dalam Surat Saba’ ayat 24-25 Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi?’ Katakanlah, ‘Allah’. Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah, ‘Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat. Dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat.”

Ketika menafsirkan ayat di atas, Fakhr Al-Razi berkata, “Ini merupakan bimbingan dari Allah kepada Rasul-Nya dalam melakukan dialog-dialog mengenai ilmu dan lainnya. Sebab, apabila salah seorang yang berdialog berkata kepada mitra dialognya, ‘Apa yang kamu katakan adalah keliru’, pasti akan menimbulkan kemarahannya. Jika telah timbul kemarahannya, maka hilanglah keseimbangan pikirannya dan akhirnya tidak mempunyai selera lagi untuk memahaminya.” Wallahu a’lam bishshawab.

■ Ikhwan Mahmudi// Republika

Download Versi Buletin dan Buletin Jumat Lainnya di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *