Pada dasarnya Allah maha mengetahui keinginan manusia tanpa perlu diungkapkan. Tetapi Allah mencintai seorang hamba yang bermunajat. Karena di balik mengangkat kedua tangan ada keangkuhan yang runtuh di dalam hati, dan menumbuhkan segenap kesadaran akan kelemahan diri untuk senantiasa menggantungkan segala sesuatu hanya kepada-Nya. Sebab itulah doa merupakan senjata orang yang beriman.
Terlepas dari sebab-musabab doa tertolak, selain itu Allah akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya. Seperti yang terkandung dalam QS. Ghafir ayat 60: “Ud’uni astajib lakum,” yang artinya, berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Namun ada beberapa cara Allah mengabulkan doa seorang hamba, yaitu dengan tiga cara: pertama doa yang langsung terkabul, kedua terkabul dengan waktu yang tertunda, dan ketiga diganti dengan yang lebih baik.
“Terlambat datangnya pemberian (Allah), mesti sudah dimohonkan berulang-ulang, janganlah membuat patah harapan.
Karena Dia telah menjamin untuk mengabulkan permintaan sesuai dengan apa yang Dia pilihkan untukmu, bukan menurut keinginan engkau sendiri. Juga dalam waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau inginkan.”
(Kitab Al-Hikam, nomor 6)
Terkadang yang menjadi masalah adalah tertundanya pengabulan doa dan digantikan dengan sesuatu yang lain. Tidak sedikit orang mengeluhkan perihal ini, keimanannya ternoda karena ketidaksabaran (tergesa-gesa) dan kekerdilan berpikir. Sementara Suri Tauladan—Nabi Muhammad—telah memperingati untuk tidak terburu-buru dalam berdoa.
Nabi SAW, bersabda: “Akan dikabulkan (doa) kalian selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan, Saya telah berdoa, namun belum saja dikabulkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda: “Doa para hamba akan senantiasa dikabulkan, selama tidak berdoa yang isinya dosa atau memutus silaturrahim, selama dia tidak terburu-buru.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud terburu-buru dalam berdoa?” Beliau bersabda, “Orang yang berdoa ini berkata: “Saya telah berdoa, saya telah berdoa, dan belum pernah dikabulkan.” Akhirnya dia putus asa dan meninggalkan doa.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Sifat tergesa-gesa tercipta karena merasa waktu begitu lama berjalan sampai pada doa itu sendiri didatangkan. Ini disebabkan manusia sedang di dalam lingkaran keinginannya. Membuat ia tersiksa dengan keadaannya sendiri. Padahal bagi Allah, itu amatlah sebentar.
QS. Al-Ma’arij ayat 6: “Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh.”
QS. Al-Ma’arij ayat 7: “Sungguh Kami memandangnya dekat.”
Persepsi terbaik menurut manusia bisa jadi terhalang atau ada pembatas. Karena semua asumsi manusia terlahir dari apa yang masuk melalui panca indranya. Hal itu menjadi pengetahuan yang mengendap dalam pemikiran, sehingga setiap asumsi-asumsi terbaiknya berlandaskan persepsi semata.
Sedangkan Allah maha mengetahui meliputi segalanya. Maka sudah sepantasnya menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Biarkan Allah menentukan yang terbaik untuk hamba-Nya. Dengan demikian doa adalah bentuk penghambaan seutuhnya seorang hamba atas ketidakberdayaan pada suatu perkara, dan meruntuhkan keangkuhan di dalam hati, untuk menggantungkan segala sesuatu hanya kepada Allah.
Wallahu alam.
Oleh: Rachmat Tullah
Download Versi Buletin dan Buletin Jumat Lainnya di sini
Baca Juga: Lantunan Talbiyah di Lapas Gunung Sindur
One thought on “Perihal Doa”