Belum lama ini penulis mengikuti kajian subuh yang diselenggarakan di masjid dekat rumah. Dalam penyampaian materi, pembicara sangat luwes dan sangat menguasai. Dengan diselingi humor segar, para jamaah sangat tertarik untuk terus mengikuti materi sampai selesai.
Materi yang disampaikan pembicara merupakan salah satu bahasan penting dalam ilmu tauhid. Beliau mengambil salah satu tema penting dalam kehidupan dengan judul Bersandar Hanya Kepada Allah.
Agar materi yang disampaikan mudah dimengerti, Pembicara banyak mengangkat kisah para Nabi dan Rasul ketika menghadapi problematika dakwah. Pembicara banyak menyampaikan kisah Nabi Musa AS yang Allah sampaikan di dalam Al-Qur’an. Mulai dari Nabi Musa dilahirkan, dihanyutkan ke Sungai Nil atas perintah Allah, disusui oleh sang bunda, di asuh oleh Fir’aun dan istrinya, lari ke Madyan, dinikahkan dengan salah satu putri Nabi Syuaib AS dan endingnya, Nabi Musa AS dan kaumnya Allah selamatkan dengan cara membelah lautan menjadi jalan lalu menenggelamkan Firaun.
Semua peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa AS tentunya atas pertologan Allah karena tidak ada yang bisa diandalkan atau disandarkan dalam hal itu kecuali hanya kepada Allah semata.
Begitu pula dengan Rasulullah SAW. Dari sejak lahir, beliau dalam keadaan yatim, hanya diasuh oleh ibunda. Begitu seterusnya sampai beliau diasuh oleh sang paman tercinta Abu Thalib. Begitu juga dalam menghadapi kaum musyrikin, beliau hanya menyandarkan pertolongan kepada Allah.
Durasi ceramah yang disampaikan hampir satu jam tersebut, bersandar kepada Allah bisa kita ingat dengan mengutip beberapa ayat Al-Quran melalui keyword Wa Kafaa Billahi yang jika diartikan dengan mudah adalah “Cukuplah Allah Sebagai..” Mudahnya, ayat-ayat tersebut menggambarkan hanya Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Segalanya. Atau paling tidak ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia tidak mampu berbuat seperti Allah. Dengan alasan itulah manusia mau tidak mau wajib Bersandar Hanya Kepada-Nya.
Jika tidak salah ingat, karena saya (penulis) sama sekali tidak membawa alat tulis, Al-Mukarram menyampaikan “enam” Kafa Billahi sebagai berikut:
• وَ كَفَى باِللهِ حَسِيْبًا (cukuplah Allah sebagai Pengawas atau Penghitung )
• وَ كَفَى بِاللهِ نَصِيْرًا (Cukuplah Allah sebagai Penolong)
• وَ كَفَى بِاللهِ وَلِيًّا (cukuplah Allah sebagai Pelindung)
• وَ كَفَى باللهِ شَهِيْداً (cukuplah Allah sebagai Saksi)
• وَ كَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا (cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui)
• وَ كَفَى باِللهِ وَكِيْلًا (cukuplah Allah Wakil atau Pelindung)
Terjemahan diatas adalah terjemahan secara umum, namun bisa juga diterjemahkan dengan diksi lain dengan melihat konteks ayat
Berhubung penulis termasuk satu dari sekian orang yang sangat tertarik dengan tafsir Al-Qur’an, maka sesampainya di rumah penulis mencari lagi “Wa Kafaa Billahi” atau “Wa Kafaa Bi Rabbika” atau juga “Wa Kafaa Binaa” yang lainnya di dalam Al-Qur’an. Jika ayat-ayat Wa Kafaa dimaknakan dengan bersandar kepada Allah atau makna yang mirip dengan itu, maka penulis menemukan ada 14 (empat belas ayat di dalam Al-Qur’an dengan rincian sebagai berikut:
1. QS. An-Nisa ayat 6:
وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِٱلْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ فَأَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِمْ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًا
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.”
وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِأَعْدَآئِكُم وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ نَصِيرًا
“Dan Allah lebih mengetahui tentang musuh-musuhmu. Cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu).”
ذَٰلِكَ ٱلْفَضْلُ مِنَ ٱللَّهِ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ عَلِيمًا
“Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui.”
4. Q.S. An-Nisa ayat 79:
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.”
5. Q.S. An-Nisa ayat 166:
لَّٰكِنِ ٱللَّهُ يَشْهَدُ بِمَآ أَنزَلَ إِلَيْكَ أَنزَلَهُۥ بِعِلْمِهِۦ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا
“Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur’an) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.”
6. Q.S. Yunus ayat 29:
فَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًۢا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ إِن كُنَّا عَنْ عِبَادَتِكُمْ لَغَٰفِلِينَ
“Maka cukuplah Allah menjadi saksi antara kami dengan kamu, sebab kami tidak tahu-menahu tentang penyembahan kamu (kepada kami).”
7. Q.S. Ar-Ra’d ayat 43:
وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَسْتَ مُرْسَلًا قُلْ كَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًۢا بَيْنِى وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلْكِتَٰبِ
8. Q.S. An-Nisa ayat 81:
“Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan, “(Kewajiban kami hanyalah) taat.” Tetapi, apabila mereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah yang menjadi pelindung.”
9. Q.S. An-Nisa ayat 132:
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا
“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Cukuplah Allah sebagai pemeliharanya.”
10. Q.S. An-Nisa ayat 171:
“Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “(Tuhan itu) tiga,” berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.”
11. Q.S. Al-Isra’ ayat 65:
إِنَّ عِبَادِى لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَٰنٌ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا
“Sesungguhnya (terhadap) hamba-hamba-Ku, engkau (Iblis) tidaklah dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga.”
12. Q.S. Al-Isra’ ayat 96:
قُلْ كَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًۢا بَيْنِى وَبَيْنَكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرًۢا بَصِيرًا
“Katakanlah (Muhammad), “Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu sekalian. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
13. Al-Anbiya; ayat 47:
وَنَضَعُ ٱلْمَوَٰزِينَ ٱلْقِسْطَ لِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ
14. Q.S. Al-Furqan ayat 31:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا مِّنَ ٱلْمُجْرِمِينَ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari orang-orang yang berdosa. Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.”
Agar ayat-ayat tersebut dapat kita pahami secara komprehensif, maka lihatlah kitab-kitab tafsir yang disusun oleh para ulama, baik yang bercorak bir Riwayat atau bil Ma’tsur, bir Ra’yi atau Tahlili dan juga bercorak Isyari.