Kabar Terbaru

Bacaan Wabihamdihi Ketika Ruku’ dan Sujud

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Sebelumnya saya sampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bertanya.

Begini, Pak Ustad…

Suatu ketika saya berbincang-bincang dengan kawan saya mengenai gaya hidup orang-orang masa kini, terutama anak-anak muda zaman sekarang.

Dari obrolan kami itu, entah bagaimana ceritanya jadi nyambung ke masalah solat. Teman saya mengkritisi bacaan salat yang biasa saya baca. Memang sih akhir-akhir ini dia sangat rajin membaca buku dan suka sekali buka youtube yang membahas tata cara ibadah.

Dia mengatakan begini:

“Salat itu harus benar, tidak boleh salah. Kalo salah tentu solat kita tidak diterima oleh Allah. Bacaan yang dibaca juga harus benar, tidak boleh salah. Semua bacaan solat kita harus benar-benar berdasarkan contoh dari Rasulullah SAW.”

“Untungnya saya rajin baca buku sekarang. Jadi tau mana bacaan salat yang benar sesuai hadis nabi dan bacaan yang tidak benar. Nyesel banget saya baru tau sekarang. Coba dari dulu ya. Bacaan salat yang kita baca selama ini ternyata ada yang salah, tidak ada contoh dari nabi.”

Mendengar perkataannya itu, saya agak kaget. Sebab dia mengatakan ada bacaan salat yang ternyata salah. Lalu saya bertanya kepadanya: “Emangnya ada bacaan shalat kita yang selama ini salah?”

“Ada. Bacaan saat kita ruku dan sujud. Selama ini kita baca subhana rabbiyal azimi wabihamdih dan subhana rabbiyal a’la wa bihamdih. Harusnya kita ga usah baca wa bihamdihnya. Itu ga ada contoh.”

Saya bertanya lagi untu meyakinkan: “Masa sih, berarti selama ini guru-guru kita salah dong ngajarinnya!”

“Ya begitu, jangan ikuti yang salah.” Ikuti yang benar! Yang benar itu bacaannya subhana rabbiyal azim untuk ruku dan subhana rabbiyal a’la untuk sujud. Jangan ikuti kiai, dia manusia ada salahnya juga. Ikuti saja nabi yang sudah pasti benar!”

Mendengar dia bicara begitu, kepala saya jadi pening, Pak Ustaz.

Pertanyaan saya, apakah salat kita selama ini salah Pak Ustaz?

Terima kasih.

 Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Yang perlu kita perhatikan adalah:

  1. Salat merupakan syariat yang bersifat tauqifi dan mutlak harus mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah SAW.
  2. Ilmu kaifiat (tata cara) salat kita dapatkan dari para ulama, diantaranya guru-guru kita yang memang sudah tentu diajarkan secara turun temurun.
  3. Karena salat merupakan ibadah pokok, tentu guru-guru kita tidak sembarangan mengajarkannya. Semua bacaan salat yang diajarkan oleh guru-guru kita di Indonesia bersumber dari hadis-hadis Rasulullah yang terangkum dalam kitab-kitab fiqih mazhab syafi’i.
  4. Dalam memahami tekstual hadis tentang kaifiat salat, tentu para ulama tidak selalu seragam dalam memahaminya. Ada kemungkinan perbedaan pemahaman (ikhtilaf), namun tentunya tidak bersifat usul (pokok). Perbedaan pendapat biasanya terjadi pada masalah cabang (furu’). Contoh: para ulama sepakat salat zuhur jumlahnya 4 rakaat, tapi tidak semua pendapat mereka sama dalam menentukan rukun dan sunah-sunah dalam salat.
Sayangnya, kawan anda tersebut langsung mem-vonis bahwa ulama kita selama ini salah mengajarkan bacaan salat terutama bacaan rukuk dan sujud. Seharusnya jika dia merasa ada yang ganjil setelah membaca referensi yang kemungkinan bermazhab non syafi’i bahkan bisa juga tidak bermazhab, tentu kita tidak heran. Mengapa? Karena kaifiat salat kita berdasarkan ijtihad mazhab syafi’i. Seharusnya, teman anda bertabayun dulu kepada para ulama kita agar memperoleh tambahan ilmu, bukan langsung menyalahkan.
Dan kita sebagai orang awam tidak perlu bingung jika ada kelompok yang mengkritisi tata cara ibadah kita atau tradisi keagamaan yang selama ini kita jalani. Kesemuanya itu sudah diamalkan dan diajarkan oleh guru-guru kita yang tentunya mereka adalah ahli ilmu. Tidak mungkin mereka mengajarkan kesesatan kepada kita umat Islam Indonesia.
Baiklah, agar menjadi ilmu, kita akan bahas bacaan subhana rabbiyal azhimi dan subhana rabbiyal a’la wa bihamdih.

Rukuk dan sujud dalam salat merupakan rukun. Sedangkan membaca doa saat rukuk dan sujud merupakan perkara sunah. Artinya, orang yang rukuk dan sujud tanpa membaca doa tersebut tetap sah salatnya, hanya saja tidak memperoleh pahala sunah membaca doa tersebut. Jika tasbih dalam rukuk dan sujud dibaca sekali saja boleh, terlebih Afdal dibaca tiga kali.
Lalu apa dalil (dasar hukum) membaca tasbih dalam sujud?

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَامَ طَوِيلًا قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا مِنْ قِيَامِهِ قَالَ وَفِي حَدِيثِ جَرِيرٍ مِنْ الزِّيَادَةِ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ

 Dari Hudzaifah ia berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau mulai membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku’ pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka’at. Namun (surat Al Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali Imran hingga selesai hingga beliau selesai membacanya. Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta’awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku’. Dalam ruku’, beliau membaca: “SUBHAANA RABBIYAL ‘AZHIIM (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung).” Dan lama beliau ruku’ hampir sama dengan berdirinya. Kemudian beliau membaca: “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Maha Mendengar Allah akan orang yang memuji-Nya).” Kemudian beliau berdiri dan lamanya berdiri lebih kurang sama dengan lamanya ruku’. Sesudah itu beliau sujud, dan dalam sujud beliau membaca: “SUBHAANA RABBIYAL A’LAA (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi).” Lama beliau sujud hampir sama dengan lamanya berdiri. Sementara di dalam hadits Jarir terdapat tambahan; Beliau membaca: “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANAA LAKAL HAMDU (Allah Maha Mendengar akan orang yang memuji-Nya, Ya Tuhan kami bagi-Mu segala puji).” (HR. Muslim dan para imam hadis lainnya).
Dalam hadis di atas, Rasulullah membaca tasbih dalam rukuk: Subhana Rabbiyal Azhim. Sedangkan untuk sujud beliau membaca Subhana rabbiyal a’la. Semua bacaan tadi tanpa wabihamdih. Artinya, membaca tasbih rukuk dan sujud dengan redaksi ini dianggap cukup.
Lalu dari mana tambahan WABIHAMDIH?
Berikut dalilnya:
 عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ { فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ } قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْعَلُوهَا فِي رُكُوعِكُمْ فَلَمَّا نَزَلَتْ { سَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى } قَالَ اجْعَلُوهَا فِي سُجُودِكُمْ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى أَوْ مُوسَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ بِمَعْنَاهُ زَادَ قَالَ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَكَعَ قَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ ثَلَاثًا وَإِذَا سَجَدَ قَالَ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ ثَلَاثًا قَالَ أَبُو دَاوُد وَهَذِهِ الزِّيَادَةُ نَخَافُ أَنْ لَا تَكُونَ مَحْفُوظَةً قَالَ أَبُو دَاوُد انْفَرَدَ أَهْلُ مِصْرَ بِإِسْنَادِ هَذَيْنِ الْحَدِيثَيْنِ حَدِيثِ الرَّبِيعِ وَحَدِيثِ أَحْمَدَ بْنِ يُونُسَ

 Dari ‘Uqbah bin ‘Amir dia berkata; Ketika turun; “FASABBIH BISMIRABBIKAL ‘ADZIIM (maka sucikanlah dengan nama Rabbmu yang Maha Agung).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jadikanlah ia sebagai bacaan ruku’ kalian.” dan ketika turun; “SABBIHISMA RABBIKAL A’LA (Sucikanlah dengan nama Rabbmu yang Maha tinggi) ” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jadikanlah ia sebagai bacaan sujud kalian.” telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Yunus] telah menceritakan kepada kami [Al Laits yaitu Ibnu Sa’d] dari [Ayyub bin Musa atau Musa bin Ayyub] dari [seorang laki-laki dari Kaumnya] dari [‘Uqbah bin ‘Amir] dengan makna yang sama, dia menambahkan; Uqbah berkata; “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ruku’ beliau mengucapkan; “Subhaana rabbiyal ‘azhiim wa bihamdihi (Maha suci Rabbku yang Maha Agung dengan pujian-Nya) ” sebanyak tiga kali, dan apabila sujud beliau mengucapkan; “Subhaana rabbiyal a’la wa bihamdih (Maha suci Rabbku yang Maha Tinggi dengan segala pujian-Nya) ” sebanyak tiga kali.” Abu Daud mengatakan; “Saya khawatir tambahan ini tidak dari tambahan yang benar-benar terjaga (kebenarannya).” Abu Daud mengatakan; “Penduduk Mesir meriwayatkan dengan periwayatan tunggal mengenai dua isnad hadits ini yaitu hadits Rabi’ dan hadits Ahmad bin Yunus. (HR. Abu Daud).
Walaupun sebagian ulama menganggap hadis ini dhaif (lemah), tapi hadis ini dikuatkan dengan hadis-hadis lain seperti:
عَن حُذيفةَ رضي الله عنه أنّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلم : كان يَقولُ في ركوعِه : سُبحانَ ربِّيَ العظيمِ وبحمدِه ثلاثا وفي سجودِه سبحانَ ربِّيَ الأعلى وبحمدِه ثلاثا

 Dari Huzaifah RA:  Bahwa sesungguhnya Nabi SAW berkata ketika rukuknya ‘Subhana rabbiyal ’azimi wa bihamdihi’ tiga kali dan ketika sujudnya ‘Subhana rabbiyal a’la wa bihamdihi’ tiga kali. (H.R. Daraqutni).
Begitu juga dengan hadis berikut:
عن عَبدِ الله بنِ مسعودٍ قال مِن السنةِ أن يقولَ الرجلُ في ركوعِه سبحانَ ربِّيَ العظيمِ وبحمدِه وفي سجودِه سبحانَ ربِّيَ الأعلَى وبحمدِه

 Dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata : “Termasuk dalam sunnah bahwa berkata seseorang ketika rukuknya ‘Subhana rabbiyal ’azimi wa bihamdihi’ dan ketika sujudnya ‘Subhana rabbiyal a’la wa bihamdihi’ (H.R. Daraqutni).
Dengan demikian, menurut jumhur ulama terutama jumhur ulama mazhab syafi’i, sunah juga menambahkan wa bihamdihi ketika membaca tasbih rukuk dan sujud sebagaimana yang diajarkan para guru dan ulama kita.
Demikian, semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Foto : Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *