Mohon maaf pak Ustaz, karena beberapa hari lagi kita akan berhari Raya Idul Fitri, maka ada beberapa pertanyaan yang akan saya sampaikan terkait hal tersebut. Namun sebelumnya mohon maaf pak Ustaz, pertanyaan yang saya sampaikan ini berdasarkan obrolan saya dengan kawan saya beberapa waktu lalu. Saya dan kawan saya itu sama-sama awam, Namun yang sangat membuat saya penasaran, ada beberapa poin yang kawan saya sebut itu membuat saya bingung. Yang dia sampaikan itu merupakan hal baru yang belum pernah saya tahu dan dengar, diantaranya:
- Wanita haid boleh ikut shalat hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Bukankah wanita haid haram melaksanakan shalat?
- Shalat Idul Fitri boleh dilakukan sendiri-sendiri, tidak berjamaah.
- Karena boleh dilakukan sendiri-sendiri, maka boleh saja tidak ada khotbahnya. Sekalipun kita shalat di lapangan atau di masjid, kita boleh langsung pulang tanpa mendegarkan khotbah. Bukankah hal itu salah pak Ustaz, sedangkan kita saja dilarang berbicara saat khatib Jumat sedang berkhotbah?
- Yang lebih aneh lagi, kawan saya bilang bahwa Imam shalat hari raya boleh saja tidak bertakbir 7 kali di rakat pertama dan 5 kali pada rakat kedua.
- Dan satu lagi Pak Ustaz, yang membuat saya lebih ragu lagi, kawan saya bilang katanya khatib shalat hari raya boleh berkhotbah tanpa wudhu dan duduk saat berkhotbah. Ini jelas membuat saya semakin bingung. Bukankah Khatib Jumat batal khotbahnya jika dia buang angin dan harus diganti khatib lain atau jika tidak ada yang menggantikan, khatib tersebut harus berwudhu dan mengulangi khotbah Jumatnya?
Demikian pak Ustaz, terima kasih atas pencerahannya dan saya mohon maaf bila pertanyaan saya ini terkesan lucu dan terlalu banyak.
Terima Kasih, wassalam.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Semua yang dikatakan kawan Anda itu memang benar. Hanya saja mungkin cara menyampaikannya tidak meyakinkan Anda. Memang betul, poin-poin yang disampaikan kawan Anda ini memang jarang dibahas oleh para Ustaz sehingga jarang pula diketahui oleh masyarakat kita secara umum. Namun jika kita mau sedikit saja menyempatkan waktu untuk membuka berbagai kitab Fiqih turats (klasik) maupun ‘ushri (modern), maka hal tersebut banyak dibahas oleh para ulama, khususnya Bab Shalat Al-Idain (Shalat Dua Hari Raya).
Berikut jawaban dari pertanyaan Anda secara berurutan sesuai dengan yang Anda sampaikan:
- Wanita haid boleh shalat hari raya. Mungkin maksud teman Anda bukan ikut shalatnya. Wanita haid tidak boleh shalat apapun, baik shalat wajib maupun shalat sunah. Yang benar adalah wanita haid dianjurkan untuk menghadiri pelaksanaan Shalat Hari Raya. Mereka tidak ikut shalatnya, tapi mereka sangat dianjurkan hadir untuk mendengarkan khotbahnya. Dengan demikian, khotbah Idul Fitri dan Idul Adha itu sangat penting. Dan ini juga bisa menjadi masukan bagi para pengurus masjid agar menghadirkan Khatib Idul Fitri dan Idul Adha yang cakap. Tidak disarankan menghadirkan khatib yang membuat jamaah ngantuk! Mengenai poin ini, ada hadis shahihnya.[1]
- Betul sekali, shalat hari raya berbeda dengan shalat Jumat walapun sama-sama ada khotbahnya. Yang membedakan adalah status hukumnya. Shalat hari raya hukumnya sunah muakkadah sedangkan shalat jumat hukumnya wajib ain bagi kaum pria yang tidak ada udzur. Shalat idul fitri sah dilakukan dengan sendirian, berbeda dengan shalat jumat yang hanya sah jika dilakukan secara berjama’ah.
- Betul sekali. Shalat Jumat harus sepaket dengan khotbahnya. Sedangkan shalat hari raya tidak mesti demikian. Artinya sah saja orang hanya melaksanakan shalat hari raya saja dan setelah itu langsung pulang tanpa mendengarkan khotbahnya. Namun jika ini dilakukan, tentu sangat rugi. Lihatlah bagaimana Rasulullah memerintahklan para wanita haid untuk hadir pada pelaksanaan shalat hari raya agar mereka mendengarkan khotbahnya,
- Tidak perlu merasa aneh, karena takbir 7 kali dan 5 kali pada shalat hari raya masuk pada katagori sunah hai’ah. Meninggalkan atau tidak mengerjakan sunah hai’ah baik secara tidak sengaja atau bahkan disengaja sekalipun tidak membatalkan shalat.
- Khotbah Jumat dengan khotbah shalat hari raya berbeda. Khotbah pada Shalat Jum’at, Khatib wajib berdiri. Adapun dalam pelaksanaan Khotbah Shalat Id, Khatib tidak disyaratkan berdiri. Jika Khatib Jum’at berhadas saat khotbah (batal wudhu), maka boleh istikhlaf (diganti dengan jama’ah lain). Khatib pengganti boleh meneruskan khotbah atau mengulang dari awal. Jika tidak istikhlaf, khatib segera mengambil wudhu dan wajib mengulang khotbahnya dari awal. Adapun Khatib Shalat Id tidak disyaratkan harus dalam keadaan suci dari hadas. Jika di tengah khotbah dia batal, khotbah boleh diteruskan oleh sang khatib. Khotbah Jum’at diawali dengan hamdalah. Adapun Khotbah Id dimulai dengan takbir.
Wallahu A’lam.
Tim Cordofa
Referensi:
Dari Ummu Athiyyah, ia berkata: Kami diperintahkan untuk turut keluar pada dua hari raya, demikian juga para gadis, dan para wanita yang sedang haid juga keluar, namun mereka berada di belakang jamaah dan ikut bertakbir bersama mereka. (HR. Muslim no. 890).
Foto : Freepik