Kabar Terbaru

Imam Shalat Yang Bijaksana

Diceritakan oleh Abu Mas’ud RA, seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, “Demi Allah! Ya Rasul Allah, aku luput shalat shubuh (berjama’ah) hanya disebabkan karena Si Fulan (yang menjadi imam) terlalu memanjangkan bacaan shalat dengan kami.”

Abu Mas’ud RA melanjutkan, “Belum pernah aku melihat Rasulullah SAW marah saat memberi nasihat dengan kemarahan yang lebih hebat dari pada itu.” “Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, di antara kamu telah menyebabkan orang menjauhkan diri (dari agama ini).

Maka, siapa saja yang shalat menjadi imam bagi orang banyak, hendaklah ia meringkaskan shalatnya, karena di antara makmum itu terdapat orang yang lemah, orang tua, dan ada pula orang yang sedang mempunyai urusan.”

Peristiwa ini dituturkan dalam Shahih Bukhari, kitab hadits paling terpercaya. Senada dengan itu, Abu Hurairah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang kamu shalat (menjadi imam), hendaklah dia meringkaskannya, karena di antara makmum ada orang yang lemah, orang sakit, dan orang tua. Apabila dia shalat sendirian, panjangkanlah sekendak hatinya.” (HR. Bukhari).

Ada pelajaran yang bisa kita tarik dari hadits ini. Sebagai pemimpin, seorang imam shalat harus memahami makmumnya. Sebab, di antara orang-orang yang pergi shalat berjama’ah, boleh jadi orang yang sedang terganggu kesehatannya, mempunyai keperluan yang membuatnya terburu-buru untuk pergi, orang-orang yang telah tua renta sehingga tidak memungkinkan shalat berlama-lama.

Tingkat kesiapan dan pemahaman makmum juga berbeda-beda. Makmum yang memperoleh binaan khusus dan berjama’ah di tempat yang khusus akan berbeda dengan makmum yang terdiri dari orang-orang awam, baru tertarik kepada agama dan masih perlu “dijinakkan” hatinya.

Di tempat-tempat yang khusus, seorang imam dapat memanjangkan shalatnya sesuai dengan kesiapan makmumnya. Bisa juga sebagai pembiasaan.

Tetapi di tempat-tempat yang lebih umum, menjadi persinggahan orang yang sedang bepergian, atau di waktu-waktu yang para makmumnya secara umum memiliki keperluan mendesak, seorang imam harus mempersingkat shalatnya. Memanjangkan shalat di tempat yang seharusnya kita meringkasnya, justru bisa menimbulkan fitnah.

Hanya karena ia merasa bacaan Al-Qur’annya paling fasih ataupun dengan suaranya yang merdu, maka ia kemudian memilih bacaan surat yang ayatnya panjang. Ia mungkin beralasan dengan hadits, “Hiasilah bacaan Al-Qur’anmu dengan suara yang merdu.”

Tetapi, itu tidak berarti ia seenaknya memanjangkan bacaan surat, tanpa memperhatikan kondisi jama’ah. Seorang imam yang demikian, dapat dikatakan telah berlaku zhalim terhadap orang lain. Jama’ah pun yang semula ingin shalat khusyu, malah menjadi tidak ikhlash dan konsentrasi dalam shalatnya.

Setelah itu, mungkin ia akan memilih-milih jadwal imam yang panjang shalatnya tidak terlalu lama. Bisa pula, ia tidak akan shalat berjama’ah/bermakmum jika imamnya adalah Si A. Fitnah semacam inilah yang dapat menjadikan jama’ah menjauh hingga enggan shalat ke mesjid.

Bahkan, tidak mungkin akan hinggap di hati orang-orang yang awam, mereka yang baru mempelajari Islam (seperti mu’allaf), suatu pikiran ataupun anggapan, bahwa ajaran dalam Islam itu sulit dan rumit. Bukannya mereka menjadi simpati, tetapi malah menjauh dan keluar dari Islam. Na’udzu billah. Maka sangat wajar, jika hal itu membuat Rasulullah SAW marah dengan kemarahan yang besar.

Alhasil, seorang imam yang ingin membiasakan makmum shalat lebih lama, harus memperhatikan, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses. Setiap perubahan ada tahap-tahapnya. Tidak bisa serta-merta. Tanpa memperhatikan hal ini, boleh jadi keinginan imam untuk memperbaiki kualitas ibadah jama’ahnya, justru membuat mereka lari.

Ada sebuah hadits untuk direnungkan, “Mudahkanlah (segala urusan) dan jangan mempersulit. Dan gembirakanlah, jangan membuat mereka lari.” (HR. Bukhari). Rasulullah SAW adalah orang yang paling kuat shalatnya, paling lama ruku’nya, dan paling paling panjang shalatnya. Apabila shalat sendirian, kaki Beliau sampai bengkak karena shalatnya yang sangat panjang.

Tetapi, ketika menjadi imam, Rasulullah SAW meringkaskan shalatnya. Pernah Beliau memendekkan shalatnya, kata Anas bin Malik RA, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Beliau melakukannya dengan sempurna.

Pernah Rasulullah SAW membaca Surat At-Tiin ketika mengimami shalat Isya, sementara di saat yang lain membaca Surat Al-Insyiqaq. Sebuah surat yang tidak terlalu pendek dan tidak juga terlalu panjang. Wallahu a’lam bish-shawab.

Disarikan dari Muhammad Fauzil Adhim, Membuka Jalan ke Surga

Download Versi Buletin dan Buletin Jumat Lainnya di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *